Rudia : Mengkonversi Suara Rakyat Tanpa Pelanggaran

Singaraja | Pilkada serentak di enam kabupaten dan kota di Bali usai sudah. Sebentar lagi, Kabupaten Buleleng akan menjadi wilayah peserta PIlkada serentak di Indonesia. Namun di Bali, hanya Buleleng yang menggelar.

Pilkada tidak bisa dilepaskan dari tanggungjawab Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melahirkan pemilihan yang demokratis serta mencari pemimpin idaman rakyat. Ketua Bawaslu Bali, Ketut Rudia punya pemikiran yang cukup sensitive untuk membentuk Pemilihan Kepala Daerah harus sesuai dengan aturan perundang-undangan dan meminimalisir pelanggaran. Seperti apa pemikiran Ketua Bawaslu Bali, Ketut Rudia soal Pengawasan Pemilu, berikut artikelnya.

- Advertisement -

Hak untuk memilih dan dipilih adalah hak dasar (basic) setiap individu/warga negara. Hak warga negara ini telah diatur dalam konstitusi dan aturan perundang-udangan. Oleh karena itu, negara harus menjamin pemenuhanya dengan cara memberikan hak kepada pemiliknya untuk menggunakan hak pilihnya. Negara harus menjamin penggunaan hak pilih warga negara tanpa adanya unsur-unsur pemaksaan, intimidasi, ancaman, atau upaya-upaya merenggut hak pilih mereka dengan cara transaksional.

Karena semua pelaggaran terhadap hak pilih warga negara oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab adalah merupakan bentuk kejahatan. Pemilihan Kepala Daerah di 6 kabuaten/Kota di Provinsi Bali yang biasa di sebut Pilkada serentak Tahun 2015 telah dilewati dengan baik. Terlepas adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi RI oleh salah satu pasangan calon, hal tersebut sebagai bagian dari hak konstitusi peserta pemilihan yang harus dihormati. Namun secara umum, Bawaslu Bali dan jajaranya telah mampu mengawal tahapan demi tahapan proses pemilihan tersebut.

Salah satu tahapan yang cukup krusial dalam Pilkada Serentak 2015 adalah Tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara yang berlangsung tanggal 9 Desember 2015. Berdasarkan Data Pemilih (DPT, DPTb1) yang ditetapkan KPU kabupaten/kota, ada 1.929.758 data pemilih tersebar di 3.965 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Nama-nama tersebut wajib hukumnya bagi KPU kabupaten/kota untuk diberikan pelayanan dengan cara menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara (C6 KWK).

Sementara pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT maupun DPTb1 dengan menggunakan identitas sesuai dengan ketentuan pada hari pemungutan dan penghitungan, wajib hukumnya hak pilihnya di berikan sepanjang masih tersedia surat suara dalam TPS tersebut. Tahapan inilah wujud dari implementasi kedaulatan rakyat yang harus terjamin tanpa adanya pelanggaran.

- Advertisement -

Baik pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan maupun pada saat pelayanan pemilih di TPS. Konversi suara rakyat pada tahapan ini sangat mahal. Dia akan melahirkan pemimpin yang akan menjadi penentu nasib daerah selama lima tahun ke depan. Oleh karena itu, dengan alasan apapun, suara rakyat ini tidak boleh tercederai. Kita tidak bisa membayangkan jika proses ini berlangsung tidak adil, penuh dengan kecurangan dan berbagai pelanggaran hukum.

Pemimpin yang lahir dari proses ini legitimasinya akan rendah, berpotensi di gugat, dan yang paling penting adalah mereka berpotensi melakukan pelangaran hukum, seperti KKN dan bentuk penggunaan kekuasaan lainya secara sewenang-wenang. Salah satu upaya yang dilakukan Bawaslu Bali dan jajaranya guna memastikan tahapan ini berlangsung dengan baik adalah melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap potensi-potensi pelanggaran yang terjadi pada saat masyarakat menyalurkan hak pilihnya. Upaya tersebut adalah dengan cara mengirimkan surat cegah dini kepada KPU Kab/Kota untuk memastikan pelaksanaan pemilihan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, Bawaslu dan jajaranya juga melakukan tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran yang terjadi. Dua instrumen ini (pencegahan dan penindakan) adalah amanat undang-undang dalam Pilkada Serentak 2015. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi Bawaslu dan jajaranya untuk memberikan ruang sedikitpun kepada siapapun untuk melakukan pelanggaran.

Dari catatan pengawasan oleh Bawaslu dan jajaranya di 6 kabupaten/kota ada beberapa temuan dan laporan yang mengarah pada pelanggaran administrasi dan dugaan pelanggaran pidana. Di Kota Denpasar, pada hari pemungutan dan penghitungan, Panwas Kota Denpasar menemukan 6 orang pemilih yang menggunakan Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara (C6 KWK) atas nama orang lain. Peristiwa ini terjadi di TPS 6 Banjar Pembungan, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan.

Pelakunya adalah orang-orang yang bukan penduduk setempat melainkan penduduk pendatang dari Pulau Jawa yang bekerja sebagai buruh. Mereka terdiri dari: Muhammad Untung, Muh. Fathur Rohim, Muhammad Ridwan, Ahad Saefudin, Widorik, dan Muhamad Nursaid.

Diawal pemeriksaan terhadap para pelaku pelanggaran ini, Panwas Kota Denpasar menduga ke 6 orang ini diduga melakukan pelanggaran Tindak Pidana Pemilu sebagaimana di atur dalam Pasal 179 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Dalam pasal 179 disebutkan : Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam Undang-Undang ini ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan masksud untuk digunakan sendiri atau orang lain atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) buln dn paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta) dan paling banyak Rrp. 72.000.000,– (tujuh puluh dua juta rupiah). Setelah dilakukan pemeriksaaan terhadap terlapor dan pihak terkait, ke enam pelaku telah mengakui perbuatanya karena semata-mata tidak mengetahui bahwa penggunaan C6 KWK orang lain tidak dibenarkan.

Atau mereka melakua perbuatan tidak ada unsur kesengajaan. Sehingga perbuatan yang dilakukan tidak kontekstual dengan pasal yang dituduhkan. Panwas Kota Denpasar hanya bisa menemukan pelanggaran administrasi berupa rekomendasi agar di TPS tersebut di lakukan pemungutan suara ulang dan penggantian seluruh Anggota KPPS di TPS tersebut. KPU Kota Denpasar melaksankan rekomendasi tersebut, sehingga persoalan dianggap sudah selesai. Kejadi lainya pada saat hari H Pilkada Serentak 2015 yaitu terjadi di Kabupaten Tabanan. Di TPS 1 Desa Mambang, Kecamata Selemadeg Timur, warga atas nama I Nyoman Subrata melakukan pemilihan lebih dari satu kali dalam TPS yang sama.

Terhadap tindakan pelaku, Panwas Kabupaten Tabanan telah memproses namun tidak bisa dijerat dengan pasal Pidana Pemilu. Sebagai bentuk tanggungjawab terhadap seluruh kegiatan pemungutan dan penghitungan, Panwas Kabupaten Tabanan merekomendasikan agar KPU Kabupaten Tabanan memberhentikan Ketua KPPS TPS 1 Desa Mambang, Kecamatan Selemadeg Timur.

Kegagalan Panwas menjerat para pelaku perusak hak pilih masyarakat untuk dibawa ke ranah hukum, terkendala dengan regulasi. Disisi lain, Panwas berhasil membuktikan perbuatan tersebut, namun ketika dikaitkan degan pasal pelanggaran, ternyata tidak kontekstual dengan perbuatanya.

Catata lain dalam pengawasan tahapan pemungutan dan penghitungan adalah berupa pelanggaran administrasi yang langsung bisa direkomendasikan oleh jajarann pengawas di TPS. Beberapa pelanggaan adminsitrasi tersebut diantaranya : Ketua KPPS tidak memberikan salinan DPT kepada pengawas dan saksi-saksi. Jarak duduk antara Ketua KPPS dengan para sasi dan pengawas TPS cukup jauh, sehingga menyulitkan saksi dan pengawas dalam memastikan nama dan nomor urut pemilih yang dipanggil oleh Ketua KPPS.

Bahkan, ada beberapa kejadian dimana Ketua KPPS tidak memaggi calon pemilih, tetapi hanya memberikan surat antrian. Kondisi-kondisi seperti ini langsung direkomendasikan oleh pengawas setempat untuk dilakukan perbaikan sesuai dengan ketentuan yang ada. Harus diakui juga, jajaran pengawas terutama para Pengawas TPS memiliki keterbatasan SDM sehingga mereka kerap kali tidak tahu apa yang harus mereka dilakukan setelah mereka berada di TPS. Padahal peran mereka sangat sentral, yakni mengawasi seluruh proses pemilihan berjalan dengan baik sesuai ketentuan yang mengatur. Ini tentu harus menjadi catatan khusus bagi Bawaslu Bali, sehingga rekrutmen terhadap para Pengawas TPS harus lebih ketat. Yang terpenting adalah, Bawaslu mampu mentransfer ilmunya sehingga mereka memiliki kemampuan dan kapasitas dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai pengawas. Semoga.

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts