Keluarga Miskin Butuh Bantuan, Anaknya Idap Epilepsi dan Tak Bisa Berobat

Singaraja, koranbuleleng.com | Made Sukerta Yasa lahir pada 4 September 2008 silam di Dusun Bengkel, Desa Bebetin, Kecamatan Sawan. Dia merupakan putra kedua pasangan Gede Sumalandra (48) dan Nengah Sartini (45). Namun malang, bocah ini mengidap penyakit epilepsi sejak usia balita.

Seringkali Sukerta terlihat terus menangis sambil memegang potongan ubi jalar di tangan kirinya. Di usianya yang telah menginjak delapan tahun jasmaninya terlihat seperti anak normal. Namun saat diamati lebih seksama tingkah lakunya masih layaknya anak balita. Tanpa perasaan malu sedikitpun Dia pun langsung melepaskan celana dan kencing sambil tertawa riang dan cengar cengir tak karuan.

- Advertisement -

Sambil menghela nafas Nengah Sartini mulai bercerita, bermula ketika Sukerta menginjak usia delapan bulan. Tiba-tiba saja dia panas dan kejang-kejang. Kedua orangtuanya pun panik. Bayi mungil itu kemudian dibawa berobat ke seorang bidan setempat. Bidan lalu merujuknya ke RSUD Buleleng untuk menjalani perawatan. Sukerta akhirnya divonis mengidap penyakit epilepsi.

“Saat dilahirkan tidak ada tanda-tanda akan menjalani derita panjang ini. Dia nampak sehat sebagaimana bayi kebanyakan. Kadek Sukerta Yasa adalah anak kedua kami. Dua bersaudara, kakaknya bernama Luh Setiani,” tuturnya. Selasa, 20 Desember 2016.

Usai menjalani perawatan di rumah sakit. Sukerta menjalani rawat jalan. Semula dua pekan sekali rutin dibawa orangtuanya kontrol ke rumah sakit. Namun, karena terkendala kemampuan ekonomi keluarga ini akhirnya tak mampu lagi menyediakan uang untuk biaya bolak-balik dari rumah mereka ke rumah sakit. Gede Sumalandra yang bekerja sebagai buruh tani, tentunya memiliki penghasilan yang tak menentu.

Perasaan putus asa pun terus menghantui keluarga miskin asal Bengkel tersebut, sebab kondisi kesehatan Sukerta tetap tidak mengalami perubahan berarti. Hingga akhirnya keluarga akhirnya memutuskan untuk menghentikan pengobatan sebab ketiadaan biaya transportasi meskipun biaya pengobatan sudah ditanggung oleh pemerintah melalui Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM).

- Advertisement -

“Sejak usia empat tahun, Sukerta tak lagi dirawat secara medis. Kami tak punya uang lagi. Sementara kondisi anak kami semakin memprihatinkan. Tak ada yang bisa dilakukan, kami sudah pasrah dengan kenestapaan ini,” katanya sambil menyeka air mata diwajahnya.

Derita yang dialami pasangan suami istri malang tersebut tidak berhenti sampai disini. Rumah yang mereka tempati pun jauh dari kategori layak huni.

Rumah tua yang dihuni puluhan tahun itu hanya beralaskan lantai tanah. Tiang penyangga rumahnya sudah reot. Pintu serta jendelanya juga sudah banyak berlubang. Begitu pula dengan dinding tembok yang masih terbuat dari bata mentah. Konon rumah itu sudah berdiri sejak puluhan tahun silam, dan hingga kini tak pernah direnovasi. Paling memprihatinkan disaat musim hujan seperti saat ini, hampir seluruh atap gentengnya juga sudah mulai bocor.

Bangunan tua yang memiliki dua kamar tidur tersebut berukuran 6×5 meter persegi dihuni oleh tujuh jiwa. Di dalam rumah juga tinggal seorang wanita, Made Sarinadi yang juga mengidap Skizofernia (gangguan kejiwaan). Belakangan diketahui, Ia adalah adik kandung Gede Sumelandra. Sungguh begitu komplek kemiskinan yang mendera keluarga ini.

Menjalani pekerjaan sebagai buruh tani tentu uang yang bisa didapatnya tak pasti. Jangankan untuk biaya berobat Sukerta, untuk makan sehari saja, dirinya sering keteteran dan kadangkala harus meminjam dulu ke sejumlah tetangga agar mereka bisa makan. Kini harapan keluarga ini tertumpu kepada para dermawan dan juga Pemerintah. (NH)

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts