Sima Desa Pekraman Beratan Samayaji Terungkap

Singaraja, koranbuleleng.com | Proses Identifikasi terhadap sejumlah lontar milik Keluarga dan dadia Krama Desa Pekraman Samayaji Kecamatan Buleleng mengungkap bagian sejarah dari desa adat setempat. Dalam proses identifikasi yang memasuki hari keempat itu, sejarah mengenai Desa Pekraman Samayaji sedikit demi sedikit mulai terungkap. Salah satu yang berhasil diidentifikasi yakni lontar yang berisi sima di Desa Pakraman Beratan Samayaji.

Cakepan Lontar berisi sima tersebut ditemukan di antara koleksi lontar milik keluarga Nyoman Suryasa. Sima itu berkaitan dengan tata laku dan tata upacara di desa pakraman. Dari total enam cakepan lontar milik Nyoman Suryasa, sebuah cakepan lontar diantaranya berjudul Sima Desa Beratan. Lontar ini ditulis pada tahun 1784 caka, atau tahun 1862 masehi. Sayang, dalam lontar tersebut tidak tertuang nama penulisnya.

- Advertisement -

Keyakinan asal muasal penulisan tersebut berdasarkan isi dari lontar, dimana dalam lontar tertulis pada hari soma, pon, wuku ugu, pangelong, sasih kedasa, rah empat, tenggek delapan. Dalam penanggalan masehi, diperkirakan lontar itu ditulis antara bulan Maret atau April.

Berdasarkan proses identifikasi yang dilakukan oleh Penyuluh Bahasa Bali, selain mencatat tata laku masyarakat, dalam lontar tersebut juga berisi tata laku upacara di Pura Desa Pakraman Beratan Samayaji serta tata laku upacara di Pura Dalem. Salah satu catatan yang tertulis dalam lontar tersebut yakni nika sima nira Hyang Samayaji, maka panyungsungan Nira Wonging Samayaji.

Kelian Desa Pakraman Beratan Samayaji, Ketut Benny Dirgariawan mengaku bersyukur atas terkuaknya salah satu sejarah tentang Desa Pekraman Samayaji. Walaupun baru sebatas tentang tata upacara di Pura Desa, namun proses identifikasi yang dilakukan Penyuluh Bahasa Bali ini sangat membantu. Apalagi dalam lontar itu dibahas tentang tata upacara di Pura Desa. Salah satunya disebutkan bahwa upacara pujawali di Desa Pakraman Beratan Samayaji dilakukan selama sembilan sasih atau bulan dalam kalender Bali.

Menurutnya, jika menterjemahkan isi dari lontar tersebut, artinya Upacara itu dilakukan tanpa putus. Apalagi pada setiap sasih atau bulan ada pelinggih di pura desa yang harus diupacarai. Biasanya rangkaian pujawali itu berakhir pada sasih kesanga, dan tepat berakhir pada Hari Raya Nyepi.

- Advertisement -

“Jadi dari sasih kasa sampai sasih kesanga itu kami melakukan pujawali. Nyineb pujawali bertepatan dengan nyepi saat sasih kesanga,” terangnya.

Ketut Benny Dirgariawan juga mengatakan, Desa Pekraman Beratan Samayaji memang memiliki banyak keunikan, jika dibandingkan dengan beberapa Desa Pekraman di kabupaten Buleleng. mulai dari memainkan ayunan jantra dan ayunan gantung seperti di Desa Tenganan pada sasih kapat, ataupun pada sasih tertentu harus mengenakan pakaian Tiongkok yang masih tersimpan di Pura Desa. Hanya saja, saat ini, hal tradisi unik tersebut sudah ditinggalkan oleh krama.

“Sekarang sudah tidak lagi. Maka dengan adanya catatan lontar ini, tentu kami pelajari bagaimana tata caranya. Kami ingin mengembalikan tradisi itu. Kami masih menunggu rembug dengan semua prajuru. Intinya kami ingin tradisi itu tidak punah dan tetap lestari,” Ujarnya.

Dalam Lontar yang menyebutkan tentang tata upacara di Pura Desa itu terdiri atas 63 lembar daun lontar. Dengan panjang 35 centimeter dan lebar empat centimeter. Lontar itu ditulis menggunakan akasara Bali, dalam bahasa kawi. |RM|

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts