Perjuangan Anak-anak dari Abangan Susuri Tebing Menuju Sekolah

Singaraja, koranbuleleng.com| Kemudahan dan fasiltas bersekolah masih jauh dari harapan baik bagi anak-anak yang tinggal di lereng perbukitan di Banjar Dinas Ceblong, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan. Mereka harus berjibaku dengan kondisi jalan setapak yang harus naik turun bukit untuk pergi dan pulang sekolah. Warga di lokasi itu sering menyebut kawasan Abangan.

Bahaya mengancam nyawa mereka karena medan yang sulit dilalui. Mereka harus melintasi kawasan hutan dan merayap di terjalnya bebatuan cadas bukit Sudaji dengan jarak tempuh hampir tiga kilometer. Mirisnya lagi, tanpa rasa takut tergelincir mereka dengan gesit melompat diantara bebatuan licin di derasnya arus sungai sudaji.

- Advertisement -

Beberapa siswa yang tinggal di kawasan abangan, Banjar Dinas Ceblong, Desa Sudaji harus berangkat subuh agar tak terlambat sampai di sekolah. Itu dikarenakan jarak tempuh perjalanan cukup jauh apalagi ditempuh dengan berjalan kaki.

Kondisi menyedihkan itu terpaksa mereka lakoni setiap hari setelah akses jalan yang biasa dilintasi sepeda motor terputus lantaran disapu banjir bandang beberapa minggu lalu. Bahkan, ratusan meter jalan beton yang menghubungkan Desa Sudaji dan Desa Lemukih masih tertimbun material longsoran yang berasal dari bukit Desa Sudaji.

Kondisi ini dialami salah seorang pelajar, Kadek Puji Antari (12) yang tercatat sebagai siswi kelas VI di Sekolah Dasar Negeri 6 Sudaji.

Puji, mengaku harus bangun pukul 04.00 wita agar tidak terlambat ke sekolah. Puji pun tak sendiri ketika hendak berangkat ke sekolah, ia selalu berangkat bersamaan dengan sepupunya, Gede Rudi Arnata (12) yang juga duduk di kelas VI sekolah yang sama dengannya.

- Advertisement -

Jika cuaca buruk dan musim penghujan Puji dan beberapa temannya harus mengurungkan niatnya bersekolah. Lantaran jalan setapak yang mereka lalui memiliki potensi bahaya cukup tinggi. Bukan tidak mungkin, longsor susulan mengancam jiwa dan keselamatan mereka karena jalan yang mereka lalui tepat berada di lembah lereng bukit sudaji. Bahkan jika hujan deras secara terus menerus mengguyur kawasan tersebut jalan yang akan mereka lintasi terendam air luapan banjir.

Meskipun dengan kondisi demikian, keadaan itu tidak menyurutkan semangat anak-anak tersebut untuk bersekolah karena ingin meraih cita-citanya dengan baik. “Cita-cita saya ingin menjadi guru,” singkat Puji Antari.

Gede Suarsana, 43 tahun, orangtua Kadek Puji Antari ketika ditemui mengatakan akses jalan setapak di kawasan abangan merupakan akses vital bagi warga yang bermukim di kawasan abangan.

Suarsana juga menjelaskan bahwa sudah sejak dulu kawasan abangan dikenal memiliki medan yang sangat ektrim. Jalan yang terjal dikelilingi hutan kayu itu sangat berbahaya hingga tak sembarang kendaraan bisa melewati jalan tersebut.  “Jika tidak mahir, dan menguasai medan bisa fatal,” ujarnya.

Menurutnya, keadaan itu juga menyebabkan anak-anak yang tinggal di kawasan Abangan lebih memilih jalan kaki ketimbang menaiki sepeda, lantaran jalan di kawasan itu sangat sempit. Bahkan beberapa jalan itu langsung berhadapan dengan jurang yang memiliki kedalaman hingga belasan meter.

“Paling parah saat ini, jalan beton putus diterjang banjir bandang. Sekarang harus melintasi jalan setapak yang sempit dan licin, jika tak menguasai medan bisa terjerembab ke dalam sungai. Bagi kami, tak ada pilihan lain sebab anak-anak setiap hari harus sekolah. Sekarang terpaksa jalan kaki,” ungkap Gede Suarsana. Rabu, 1 Maret 2017.

Pria yang sehari-hari bekerja buruh serabutan itu juga mengungkapkan tak hanya pada jam sekolah, terkadang ia menunggu kedatangan anaknya pada malam hari ketika ada kegiatan ekstrakurikuler yang mengharuskan mereka pulang hingga sore.

“Gede Budi Sudiana anak saya paling besar bersekolah di SMK N 1 Menyali, selesai ektra kulikuler sore di sekolahnya biasanya pulang malam. Saya jemput di jembatan Ganda Meru,” jelasnya.

Suarsana sangat mengharapkan bantuan dari pihak pemerintah agar bisa secepatnya memperbaiki dan membangun kembali akses jalan yang terputus di kawasan abangan.

Sementara itu, Kepala Dusun Banjar Dinas Ceblong, Gede Sudama ketika ditemui menerangkan bahwa secara geografis kawasan abangan merupakan wilayah Banjar Dinas Ceblong Desa Sudaji. Namun kawasan ini dipisahkan tebing dan sungai dari desa tersebut. Jembatan penghubung kawasan abangan yakni Bendungan Ganda Meru Desa Sudaji.

Menurutnya, warga yang bermukim di kawasan abangan berjumlah sekitar 25 kepala keluarga (KK). Terputusnya akses jalan dikawasan itu mengakibatkan warga setempat terisolir.

“Memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga di Abangan terpaksa jalan kaki melintasi terjalnya lembah bukit sudaji. Jika dihitung, hampir satu kilometer jalan beton terputus. Ada yang tertimbun longsor juga hanyut disapu banjir,” terangnya.

Siswa Merayap di Tebing Bukit Sudaji Diatas Sungai Sudaji |Foto : Putu Hardiyanta Nugraha|

Pantauan koranbuleleng.com jalan beton dengan lebar 80 centimeter dan panjang mencapai tujuh kilometer dari Bendungan Penarukan 1 sampai ujung selatan terdapat lima titik jalan yang terputus. Panjang kerusakannya pun bervariasi.

Selain itu, puluhan pipa jaringan air bersih terputus dan berserakan hingga tersangkut di tumpukan akar serta batang pohon yang hanyut ketika banjir bandang menerjang kawasan itu beberapa minggu lalu.

Sudama kembali menjelaskan selama ini belum ada fasilitas sekolah terdekat yang didirikan di kawasan tersebut. Untuk urusan sekolah anak-anak terpaksa menimba ilmu ke pusat desa yang berjarak sekitar tiga kilometer.

“Selama ini, kami selalu berkordinasi dengan pihak sekolah untuk memaklumi jika nantinya anak-anak terlambat datang ke sekolah. Karena kondisi warga kami memang terkendala akses jalan yang terputus,” ungkapnya.

Tempat terpisah, Luh Martini wali siswa kelas VI di SD N 6 ketika dikonfirmasi mengatakan memang memberikan keringanan masuk jam belajar, jika mereka terlambat.

Masih menurut Martini, disekolah anak-anak yang berasal dari kawasan abangan akhir-akhir ini daya tangkap belajar mereka berada dibawah anak-anak lain.

“Terutama pada hari Senin, mereka sering terlambat mengikuti upacara bendera. Namun kami memberikan keringanan jam masuk belajar, mereka tidak di haruskan ikut berbaris di pagi hari. Kasihan mereka,” singkat Martini.

Sementara itu, Kepala Desa Sudaji mengatakan pihaknya sudah berusaha membantu persoalan yang saat ini sedang dihadapi oleh warga di kawasan abangan dengan mengirimkan laporan kepada instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Buleleng. Selain itu, pihak pemerintah desa mengupayakan langkah sementara dengan melakukan gotong royong memperbaiki akses jalan yang mengalami kerusakan di kawasan abangan.

“Sebenarnya, kami sudah bersurat dua kali ke Dinas PU Buleleng. Namun belum ada tanggapan. Sementara, sudah kami lakukan gotong royong memperbaiki jalan itu. Baru bisa diperbaiki sekitar 300 meter dengan membuat jalan baru, karena jalan yang lama sudah hanyut diterjang banjir,” ungkapnya. |NH|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts