Made Ngurah Sadika “Susik” Raih Penghargaan Seni Wija Kusuma

Singaraja, koranbuleleng.com | Dunia kesenian Bali berduka. Seniman Bali, I Made Ngurah Sadika yang sering memerankan tokoh perempuan centil “Susik” dalam setiap pementasan Bondres khas Buleleng meninggal dunia setelah sempat dirawat di RSUD Buleleng. Susik, panggilan akrab pria yang masih aktif sebagai PNS ini meninggal Selasa 15 Mei 2018 dinihari. Selamat Jalan Susik…!

Paska meninggalnya Susik, sosial media ramai dengan ucapan belansungkawa.   Namun, dibalik kepergian Susik, sahabatnya Wayan Sujana, yang juga Kabid Kesenian Dinas Kebudayaan Buleleng mengaku bahwa Pemkab buleleng sebenarnya sudah memutuskan untuk memberikan penghargaan Wija Kusuma bagi Ngurah Sadik, dan rencananya akan diterimanya pada 21 Mei 2018, pada Penutupan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40  Kabupaten Buleleng.

- Advertisement -

“Beliu sudah tahu akan mendapatkan penghargaan, bahkan sewaktu hidupnya sempat berkelakar seperti ini’ juari awake lakare megandong ke panggung nyemak penghargaane. Nyen ajak nyemak nah,” tutur Sujana saat ditemui di kantornya, Selasa 15 Mei 2018.

Susik sudah tahu dirinya mendapatkan penghargaan itu sekitar 2 bulan lalu. Secara resmi, Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng telah memberitahunya setelah ada keputusan dari Tim Listibiya tentang penerima penghargaan Wija Kusuma tahun 2018.

Sesuai dengan Keputusan Bupati Buleleng Nomor 430/327/HK/2018 tertanggal 14 Maret 2018 tentang Penerima Penghargaan Seni Wija Kusuma Kabupaten Buleleng tahun 2018, ada lima nama yang menerima.

Diantaranya I Ketut Artika, S.Pd (seniman Tari) dari Desa Busungbiu, Drs. I Made Ngurah Sadika (Seniman Bondres) dari Singaraja, NI Made Sriwati, S.Sn M.Si (Seniman Tari) dari Desa Sepang, I Made Selamet (Seniman Sastra Daerah) dari Seririt, Gede Sujana (Seniman Seni rupa dan Tari) dari Tejakula.

- Advertisement -

Mereka yang mendapatkan penghargaan Seni Wija Kusum ini karena dinilai telah mendedikasikan dirinya dalam dunia seni dan budaya Bali, serta menjadi inspirasi bagi banyak pihak terutama generasi masa kini.

“Jika berbicara Susik, dia popular dan menjadi inspirasi bagi generasi atau seniman dibawahnya. Dia terkenal dimana-mana. Banyak seniman topeng di Buleleng sudah mengikuti gaya Susik sehingga dia layak menjadi salah satu inspirasi dalam dunia seni budaya Bali,” terangnya.

Sujana pun bercerita, kisah lawasnya bersama Susik dimasa lalu. Bondres Buleleng berbeda dengan dengan gaya di Bali selatan. Bondres di Bali selatan lahir dari bagian drama gong, wajah pemain lebih condong menggunakan make up wajah sementara Bondres di Buleleng murni lahir dari genre tersendiri dengan menggunakan topeng.

Bondres di Buleleng berkembang dan kuat hingga kini tidak terlepas atas jasa Ngurah Sadik yang sudah memerankan tokoh –tokoh perempuan centil dalam setiap pementasan lawak Bondres sejak sangat lama.

“Ngurah Sadik memang sejak awal bersama saya bermain Bondres. Dari awal, dia sudah memerankan tokoh perempuan centil seperti sekarang ini,” tuturnya.

Kala itu, Sujana dan Ngurah Sadik di era tahun 1990 sering ngayah di sejumlah pura dadia, diundang untuk mementaskan Bondres atau topeng. Proses mereka berdua sejak tahun 1990 terus berlanjut, dan pada tahun 1995, mereka bergabung dengan tokoh seniman (almarhum) Nyoman Durpa.

“Sebelum Pak Durpa bersama kami berdua, Pak Durpa lebih aktif dengan Seniman Banyuning seperti Pak Ngahnguh dan kawan-kawan. Ya di era 95 – 96 kami bertiga mulai bersama ngayah sampai akhirnya Bondres khas di Buleleng kuat seperti sekarang,” tambahnya.

Sujana meyakini, paska meninggalnya Susik ataupun Nyoman Durpa di waktu yang lebih awal, Bondres Buleleng tetap akan bersinar dan berkibar. Sudah ada warisan regenerasi seniman dari kedua tokoh ini.

“Saya tidak khawatir, sebenarnya Pak Durpa itu sudah melahirkan generasi-generasi lanjutannya. Susik juga begitu, wajahnya terkenal dimana-mana, banyak yang mengikuti gaya Susik, jadi saya kira Bondres Buleleng ini akan tetap hidup,” kata Sujana optimis.

Duka Keluarga

Ngurah Sadika menghembuskan nafas terakhirnya di ruang Flamboyan RSUD Buleleng. Almarhum meninggalkan seorang Istri yakni Luh Reni dan dua orang anak masing-masing Gede Arya Dharmadi dan Made Ari Dharmini.

Kondisi Ngurah Sadika sebenarnya sudah mulai menurun pada selasa pekan lalu. Waktu itu, sesuai dengan jadwal, Sadik melaksanakan cuci darah karena sakit gagal ginjal yang dideritanya. Namun, kondisinya justru semakin menurun.

Dari hasil pemeriksaan Dokter, Almarhum didiagnosa mengalami Anemia (kekurangan darah, red). Selanjutnya, dokter merujuknya harus dirawat sejak Rabu, 9 Mei 2018 lalu.

Setelah dilakukan perawatan beberapa hari dan pemeriksaan lanjutan, Pria kelahiran 22 Agustus 1964 ini pun didiagnosa mengalami penyempitan tulang belakang. Sehingga pihak Rumah Sakit belum mengijinkannya pulang, walaupun kondisinya dalam keadaan membaik.

“Malamnya sebelum meninggal, bapak sempat minta makan dan tumben juga minta minum susu. Sekitar jam 2 dini hari ibu tidur di samping bapak. Kemudian Om saya masuk ke ruangan karena sepi, pas pegang kakinya bapak kok dingin dan ngga nafas. Kemudian panggil perawatnya, katanya bapak sudah tidak ada denyut nadi,” tutur Ni Made Ari Dharmini anak kedua Ngurah Sadika.

Kepergian Made Ngurah Sadika memang tanpa pesan. Pasalnya, Ia menghembuskan nafas terakhir saat semua anggota keluarga yang menungguinya di RSUD Buleleng tengah tertidur. Namun salah satu kenangan Ari Dharmini sebelum sepeninggal Ayahnya adalah saat Ia diminta untuk memberikan ciuman dan pelukan.

“Jumat lalu, saya kebetulan ada Seminar di Denpasar. Saya kemudian pamit sama Bapak. Trus bapak bilang, Dek, mik je malu bapak (Dek, cium dulu bapak) sambil saya peluk,” ceritanya sambil berlinang air mata.

Kesedihan mendalam juga dirasakan Gede Arya Dharmadi. Putra pertama Ngurah Sadika ini selalu merasa degdegan dan merasa tidak tenang semenjak Ayahnya menjalani perawatan di RSUD Buleleng.

Tidurnya pun berkurang dan tidak pernah pulas. Padahal biasanya Ia tidak pernah tidur di atas Pukul 01.00 wita, namun semenjak Ayahnya menjalani Opname, Ia tidur sekitar jam 04.00 wita dan kembali terbangun sekitar pukul 06.30 wita.

“Sejak bapak dirawat, jeg ngetug gen asan bayune, ga enak ngapa-ngapin. Kemu pelih, mai pelih. Tidur juga ga pernah tenang,” Ujarnya.

Kini sepeninggal Ayahnya, Pria yang akrab disapa Cimcim ini memiliki tugas yang besar untuk bisa melanjutkan harapan Sang Ayah tetap membesarkan nama Susik dalam kesenian Bondres. Padahal, Ia memiliki keinginan untuk membiarkan tokoh Susik menjadi legenda.

Namun karena ada permintaan sang Ayah yang telah disampaikan dari jauh hari sebelumnya, Ia pun mengaku akan berusaha untuk mewujudkan keinginan tersebut.

“Dulu Bapak pernah berpesan kamu harus bisa seperti Bapak, jangan sampai nama Susik itu punah atau hilang. Memang permintaan Bapak, mau tidak mau harus jalan. Sebenarnya saya mau, tokoh susik itu biarlah menjadi legenda,” Ungkapnya.

Selama menekuni Kesenian Bondres, Arya Cimcim hanya pernah tiga kali berkolaborasi dengan Ayahnya Made Ngurah Sadika. Satu kali diantaranya, Cimcim memerankan tokoh sebagai kembaran Susik yang diperankan oleh Ayahnya.

Sebenarnya, Cimcim memiliki keinginan untuk bisa mengenalkan karakter kembaran Susik. Namun rencana itu tidak pernah diwujudkan karena kini Ayahnya sudah meninggal dunia.

“Untuk tapel karakter Susik, Saya dan Bapak masing-masing punya. Karena sekarang Bapak sudah meninggal, Tapel milik bapak saya rencananya tidak akan saya gunakan, dan saya simpan,” Tegasnya.

Rencananya, Made Ngurah “Susik” Sadika akan diupacarai dengan Upacara Ngaben pada Selasa, 22 Mei 2018 mendatang di Setra Desa Pakraman Panji Kecamatan Sukasada.

Saat ini, Mayat Susik disemayamkan di kediamannya di Jalan Kresna Singaraja. Semua prosesi sebelum pembakaran mayat akan berlangsung di rumah tersebut.

“Nanti setelah pembersihan jenasah langsung dibawa ke Setra Panji. Ini memang permintaan Bapak sebelum meninggal, supaya Mayatnya dibawa ke Rumah di Jalan Kresna. Kebetulan itu Ibu sama Adik yang dengar Bapak mintanya begitu,” tuturnya.

Made Ngurah Sadika merupakan salah satu seniman Buleleng yang berhasil membesarkan kesenian Bondres. Salah satu banyolan khas yang menjadi ingatan masyarakat adalah ketika Ia menyebut kalimat “galakine jak Memek”.

Kini seniman tersebut sudah meninggal diusianya yang ke 54 tahun. Selamat Jalan “Susik”. Namamu akan selalu terkenang dan membekas dihati masyarakat yang menjadi penggemarmu. |tim|

 

 

 

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts