Selamat Jalan, Susik !

Singaraja, koranbuleleng.com |  Selamat jalan, Susik!  Tubuh I Made Ngurah Sadika alias Susik telah dibakar dalam prosesi pengabenan oleh pihak keluarga di setra Desa Adat Panji, Kecamatan Sukasada, Selasa 22 Mei 2018. Sadika meninggal dunia di RSUD Buleleng akibat komplikasi penyakit diabetes, gagal ginjal dan penyakit jantung, 15 Mei 2018 lalu.

Sehari sebelum puncak upacara pengabenan, Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng memberikan penghargaan seni Wija Kusuma atas jasa-jasa I Made Ngurah Sadika terkait dengan kemajuan seni topeng bondres Buleleng.

- Advertisement -

Penghargaan diserahkan oleh Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana dan diterima oleh pihak perwakilan keluarga dalam rangkaian penutupan Pesta Kesenian Bali ke-40 di panggung terbuka Pelabuhan Buleleng, Senin 21 Mei 2018.

Sejumlah kolega, seniman dan handai tolan dari almarhum mengiringi prosesi pengabenan Sadika. Banyak yang mengenang jasa-jasa Sadika yang telah mengharumkan nama Buleleng dalam kancah kesenian Bali.

Kepopuleran Susik, tokoh perempuan centil dalam setiap lawakan bondres menjadi ciri khas. Pipi kembung, dengan gaya yang manja selalu menjadi ingatan bagi para penggemarnya.

Sebagai orang Buleleng, Sadika ketika memerankan tokoh Susik selalu membawa rasa bahasa kampung halamannya, Buleleng. Sekalipun dia pentas di Pesta Kesenian Bali di Taman Budaya, Denpasar, bahasa buleleng, rasa dialek Buleleng tidak pernah ditinggalkannya.

- Advertisement -

Bahasa khas Buleleng yang terdengar keras, kasar ternyata juga bisa menjadi ciri khas Bondres, dan secara otomatis menjadi bondres khas Buleleng.

Ditambah lagi dengan ciri khas kalimat yang biasa dibangun oleh Susik dalam setiap pementasan yakni “ Opake nyen ajak Memek”.  Kata itu selalu terngiang oleh siapapun yang menonton Bondres Susik.

Tokoh Susik seringkali mempertunjukkan sikap panut kepada sang ibu, orang tua yang melahirkannya. Itu dibuktikannya seringkali dalam setiap pementasan, Susik selalu menelepon “Memek” dengan kalimat khasnya.

Bisa diartikan, itu sebenarnya memberikan makna bahwa kemanapun seorang anak manusia menginjakkan kakinya, dia harus selalu ingat, memberikan kabar kepada orang tua.

Semisal, Hello memek, iyang sube di Ardha Candra ne. Iih rame gati polone dini jlemane. Iyang sing juari nawang mek, mekejang ningalin iyan .

Itu salah satu penggalan kalimat Susik dalam salah satu pementasan di panggung Pesta Kesneian Bali (PKB) ke-39 tahun lalu di Taman Budaya, Denpasar.

Setahun lalu, redaksi koranbuleleng.com bercengkrama banyak dengan Ngurah Sadika di Taman Budaya Denpasar usai mereka pentas. Bahasa Buleleng selalu menjadi ciri khas dalam setiap pementasan, walaupun yang menonton berasal dari daerah kabupaten lain.

“Sebagai orang Buleleng, saya cinta Buleleng, maka patut menjunjung tradisi dan budaya serta bahasa Buleleng. Sekalipun dipanggung, saya menggunakan bahasa Buleleng, buktinya tidak ada yang resah, justru penonton tertawa dan terhibur,” ujarnya kala itu.

Dalan prosesi pengabenan di setra adat Desa Panji, salah satu seniman dan teman Ngurah Sadika, Nyoman Suardika terlihat juga ikut mengiringi prosesi pengabenan Sadika. “Bondres itu ya Susik. Bondres khas Buleleng itu ya Bondres Susik.” ujar Suardika yang juga penasehat di Sanggar Seni Nong-Nong Kling, Banyuning.

Bondres Susik dikatakanya menjadi ikon Bondres Buleleng. Nama Susik itu sudah terkenal seantero Bali sehingga begitu gampangnya masyarakat Bali mengingatnya. Selain itu banyak hal yang bisa dipelajari dari Seniman Ngurah Sadika dalam berkesenian.

Menurut Suardika, Sadika adalah seniman sederhana yang mengabdikan dirinya secara penuh dalam dunia peran kesenian bondres di Bali. Peran-peran Susik dalam setiap pementasan Bondres Susik selalu ditunggu-tunggu oleh khalayak ramai.

“Dari kondisi itu, kita tahu karakter Susik sangat kuat. Beliau ini benar-benar menghayati perannya dengan gaya khasnya sehingga banyak masyarakat Bali yang selalu rindu dengan lawakannya. “ tambahnya.

Sementara beberapa kolega Sadika sewaktu sekolah Nyoman Putrayasa mengatakan bahwa karakter Sadika memang biasa saja, polos. Untuk pertemanan, Sadika adalah sosok yang sangat setia dalam jalinan pertemanan.

“Dulu di sekolah, dalam situasi apapun dia selalu hadir. Di sudut sekolah manapun, dia pasti selalu ada, selalu bermain-main bersama dengan teman-teman. Itu yang kita ingat sampai hari ini tentang beliau,” ujar Putrayasa.

Begitupun Perbekel Desa Panji, Made Sutama mengaku kehilangan sosok seniman hebat dari Desa Panji.

Sadika termasuk warga yang mudah bergaul di Desa Panji, walaupun sudah lama tinggal di Kota Singaraja.

“Tentu kami sangat kehiangan sosok seniman yang hebat. Semoga kedepan, lahir Susik-susik yang lain, seniman handal lainnya dari Desa Panji menurunkan darah seni dari Pak Ngurah Sadika,’ ucap Sutama. |NP|

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts