Rumah Rai Srimben Bisa Dijadikan Cagar Budaya

Singaraja, koranbuleleng.com| Kunjungan Direktur Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Triana Wulandari ke Kabupaten Buleleng mengantarkannya menuju ke sebuah bangunan tua, yang menyimpan sebuah catatan sejarah tentang Nyoman Rai Srimben, Ibu Dari Sang Proklamator RI Bung Karno.

Ya, Triana Wulandari datang ke Buleleng awalnya terkait dengan Program Penyusunan Investarisasi Manuskrip Sejarah. Satu tujuan yang harus dikunjungi terkait program itu adalah Museum Gedong Kirtya. Namun Sugi Lanus, sosok budayawan dan seorang ahli lontar yang mendampinginya di Buleleng, memprkasinya untuk mengunjungi beberapa tempat yang memiliki catatan sejarah. Salah satu tempat yang direkomendasikan adalah Lingkungan Bale Agung Kelurahan Paket Agung Kecamatan Buleleng.

- Advertisement -

Karena dilokasi ini, terdapat sebuah bangunan tua dengan kondisi yang memprihatinkan dan harus mendapatkan penanganan segera. Agar bangunan yang menyimpan cerita sejarah kehidupan keluarga Nyoman Rai Srimben ini tetap ada.

Tiba di Bale Agung, rombongan dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI ini disambut beberapa tokoh seperti Made Ardika dan juga Gede Pastika. Mereka pun langsung menuju pada bagian sisi barat daya tempat bangunan yang disebut Bale Gede itu berada.

Saat pertama kali melihat Bale Gede itu, Triana tampak heran. Dahinya sedikit mengkerut saat memperhatikan kondisi bangunan itu. Dari raut wajahnya pun terlihat nampak sedikit prihatin dengan kondisi bangunan yang memang seolah tidak terawat. Namun ada rasa syukur yang diucapkan karena bangunan itu masih berdiri diantara bangunan-bangunan permanen yang ada disampingnya.

“Syukur ya bangunannya belum roboh,” Kalimat pertama yang diucapkan Triana setelah melihat bangunan tersebut.

- Advertisement -

Ia kemudian melanjutkan dengan melihat lebih dekat. Ia naiki satu persatu anak tangga, menyentuh beberapa bagian bangunan, dan kemudian masuk ke bagian dalam, yang dimanfaatkan sebagai Kamar Suci, termasuk untuk menyimpan peralatan untuk upacara keagamaan.

Direktur Sejarah Triana Wulandari melihat jika bangunan Bale Gede ini berpotensi menjadi bagian dari destinasi wisata sejarah. Ia pun tidak menutup kemungkinan jika nantinya bangunan yang diperkirakan sudah berusia ratusan tahun ini akan menjadi cagar budaya. Sehingga memerlukan penanganan khusus untuk melestarikan bangunan itu, salah satunya dengan melakukan revitalisasi untuk mengembalikan ke kondisi aslinya.

“Ini sesuai dengan visi dari Kemendikbud setelah Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan diterbitkan, dimana salah satu pasal menyebutkan harus ada perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. Saya kira generasi milenial harus paham tentang sejarah,” ujarnya.

Hanya saja, untuk menetapkan Bale Gede di Bale Agung itu menjadi cagar budaya memerlukan proses yang panjang. Salah satunya dengan menyusun Peraturan Daerah (Perda) sebagai turunan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Setelah itu, Bupati juga harus membentuk Tim Cagar Budaya di tingkat Kabupaten. Tim inilah yang nantinya akan menyusun kajian akademik untuk selanjutnya diusulkan menjadi cagar budaya.

“Apakah nanti akan diusulkan menjadi cagar budaya tingkat Provinsi atau Nasional. Nanti Kemendikbud melalui Direktorat Cagar budaya bisa menetapkan,” ucar Triana.

Disisi lain, rencana menjadikan Bale Gede tersebut sebagai Cagar Budaya menimbulkan kekhawatiran dari pihak keluarga sebagai ahli waris dari bangunan tersebut. Mereka khawatir setelah nantinya ditetapkan sebagai Cagar Budaya, justru hak kepemilikan Bangunan itu akan diambil alih oleh Pemerintah.

Kekhawatiran mereka pun terpatahkan setelah beberapa waktu lalu, Tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Bali datang untuk meneliti kondisi bangunan. Dari kedatangan mereka, pihak ahli warus kemudian mendapatkan penjelasan jika setelah ditetapkan sebagai Cagar Budaya, mereka masih memiliki hak atas bangunan tersebut. Walaupun demikian, para ahli waris ini merasa perlu mendapat penjelasan lebih rinci tentang system dari Cagar Budaya tersebut.

“Kalau memang tidak diambil, tentu kami tidak keberatan. Cuma kami minta dari Pemerintah bisa menjelaskan secara rinci tentang sistemnya. Biar kami juga detail mendapatkan penjelasan,” Kata Jro Mangku Made Arsana sebagai salah seorang ahli waris.

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts