Prajuru Adat Terusik Isu Gerakan Penolakan Bandara

Singaraja, koranbuleleng.com| Ditengah rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara, muncul isu tentang adanya gerakan penolakan terhadap rencana tersebut. 

Isu penolakan rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Kabupaten Buleleng beredar melalui pesan berjejaring WhatsApp. Dalam pesan itu, disebutkan jika sejumlah warga dari tiga Desa yakni Desa Bukti, Desa Bulian dan Desa Kubutambahan akan melakukan pergerakan untuk menentang Bandara di Tanah Desa Adat Kubutambahan.

- Advertisement -

Rencana pergerakan itu disebutkan dalam pesan akan dilakukan di Perbatasan Desa Adat Yeh Sanih dengan Desa Bulian dan Desa Kubutambahan.

Bendesa Adat Sanih Jro Nyoman Sukresna dikonfirmasi terkait dengan informasi tersebut mengaku sempat mendengar, namun Ia menolak berpartisipasi dalam aksi penolakan itu. Ia pun merasa keberatan jika Desa Pakraman Sanih dibawa-bawa dalam aksi penolakan bandara itu.

“Kami tidak ikut. Memang saya dengar ada yang mengajak krama kami terlibat (aksi). Menurut saya, baiknya diskusi dulu, sampaikan tujuannya seperti apa. Ini kan tujuannya apa, tidak jelas. Tahu-tahu katanya ada aksi. Kami pastikan dari Sanih tidak ada (terlibat),” tegasnya.

Munculnya informasi terkait dengan adanya penolakan Bandara tersebut kontan saja membuat sejumlah tokoh Desa Adat Kubutambahan gerah, hingga sempat berkeliling untuk memastikan kabar tersebut bersama dengan pecalang. Namun hasilnya nihil, dan tidak menemukan adanya aksi penolakan dimaksud.

- Advertisement -

Salah satu yang menjadi titik pemantauan adalah Banjar Dinas Tukad Ampel Desa Kubutambahan, dengan Banjar Dinas Bantes Desa Bulian. Dilokasi itu, tepat dilahan Desa Adat Kubutambahan terpasang sebuah baliho berukuran besar berupa wajah Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, lengkap dengan slogan “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Baliho itu berada di Selatan SMK Bali Mandara.


Salah seorang warga Desa Kubutambahan, Nengah Lengka mengatakan, baliho tersebut terpasang Jumat, 27 September 2019 sekitar pukul 07.00 Wita. saat itu, Ia memang melihat sekitar 15 orang warga dengan mengenakan pakaian adat madya. Hanya saja Lengka yang juga anggota Pecalang Desa Pakraman Kubutambahan itu tak mengetahui asal usulnya.


“Saya lihat ada ramai-ramai di jalan. Saya dekati, maunya saya tanya ada apa. Belum saya sampai, mereka sudah bubar. Tidak lama, mungkin sekitar 15 menit-an, habis pasang baliho itu mereka bubar,” ucapnya.


Keberadaan Baliho yang terpasang sekedarnya dengan diikat tali raffia itu memang cukup menjadi tanda tanya. Beberapa tokoh juga lagsung datang melihat. Mulai dari Kelian Banjar Adat Tapak Dara Kubutambahan Gede Redika, Kelian Banjar Adat Kaja Kangin Kubutambahan Komang Menak, prajuru Desa Pakraman Kubutambahan Ngurah Markota, pecalang Desa Kubutambahan Gede Anggastia, Kelian Pengempon Pura Penyusuan Kubutambahan Ketut Arcana Dangin, serta Perbekel Kubutambahan non aktif Gede Pariadnyana.


Pecalang Desa Adat Kubutambahan Gede Anggastia menyebut jika selama ini, dari Pengurus Desa Adat tidak ada rencana untuk memasang baliho. Begitupun dengan krama yang tidak ada melakukan koordinasi dengan Pengurus untuk memasang baliho tersebut. Pun demikian, karena Baliho itu tidak ada unsur provokatif terutama soal Bandara, pihaknya akan membiarkan.


“Tadinya kalau memang baliho itu bernada provokasi (Menolak Bandara, red), kami akan copot. Tapi kalau balihonya seperti ini, ya kami biarkan saja. Toh tidak ada unsur penolakan. Kami tidak mau pihak-pihak luar desa, membuat suasana desa kami tidak kondusif,” ucapnya. |RM|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts