Warga Masih Waswas dan Trauma

Singaraja, koranbuleleng.com|  Warga di Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt masih waswas paska terjadinya gempa bumi yang terjadi Kamis, 14 November 2019. Sejumlah warga memilih untuk tinggal di luar rumah. Selain itu, aktivitas di sebuah Madrasah Desa setempat harus berlangsung di luar ruangan.

Pantauan koranbuleleng.com di Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt Jumat, 15 November 2019, sejumlah warga yang ada di banjar Dinas kauman dan banjar Dinas Sari di Desa setempat terlihat lebih memilih berada di luar rumah. Mereka mengaku masih waswas akan terjadinya gempa bumi susulan. Terlebih lagi, warga Desa Pengastulan memang memiliki trauma terkait dengan tragedi gempa bumi berskala besar yang pernah terjadi ditahun 1976.

- Advertisement -

Made Kodana warga banjar Dinas Sari Desa Pengastulan adalah salah seorang saksi, besarnya dampak gempa di tahun 1976 silam. Saat gempa itu, Ia mengalami luka pada bagian punggung karena tertimpa reruntuhan tembok. Rasa trauma itulah yang masih membekas dalam peristiwa gempa yang kembali terjadi kamis malam. Pun demikian, saat gempa dengan kekuatan magnetudo 5,1 skala richter terjadi, Ia memilih untuk tetap tenang.

Ia memilih untuk tetap berada di luar rumah, disaat sebagian besar warga setempat dan beberapa keluarganya mengungsi karena sempat terdengar isu akan terjadinya tsunami karena air laut Pantai pengastulan surut.

“Dibilang pasrah sih iya, karena kaki saya sakit, walaupun juga ditawarkan tumpangan untuk mengungsi menuju dataran tinggi. Pikiran saya saat itu, kalaupun memang air laut naik, saya masih bisa berenang. Yang penting keluarga saya sudah aman,” tuturnya.

Yang paling dikhawatirkan Kodana adalah cucunya yang mengaku ketakutan karena gempa kamis malam. Sehingga harus diungsikan ke Desa Bubunan.

- Advertisement -

“Sampai sekarang istri dan menantu sama cucu saya masih mengungsi. Cucu saya terutama yang terlihat sangat ketakutan,” ucapnya.

Senada diungkapkan Ketut Arya. Saat terjadinya gempa, Ia bersama dengan seluruh keluarganya memilih mengungsi ke Desa Bubunan. Sesaat setelah gempa terjadi, ia melihat hampir semua warga Banjar Dinas Kauman dari arah utara meninggalkan rumah menuju ke daratan lebih tinggi. Semua warga terlihat panik, hingga kemudian Ia juga ikut mengungsi.

“Awalnya saya malah mau melihat pantai karena katanya air laut naik, cuma dilarang Istri saya karena Dia juga trauma pernah luka saat gempa di tahun 1976. Dan kami semua tadi pagi (Jumat, 15 November 2019) baru kembali ke rumah sekitar jam 6 pagi,” jelasnya.

 Kondisi waswas juga masih dirasakan oleh anak-anak setempat. Hal itu terlihat di Madrasah Ibtidaiyah Masjid raya (Maya) Seririt. Aktivitas lomba-lomba serangkaian dengan perayaan Hari Maulid terpaksa dilangsungkan di luar ruangan. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gempa susulan.

“Harusnya sih lombanya di ruangan yang sudah kita siapkan, tapi karena kondisinya begini takut ada gempa susulan, kita laksanakan di luar ruangan saja. Nanti setelah kegiatan lomba, siswa langsung kita pulangkan lebih awal,” ujar Hidayah Kepala Madrasah. Disisi lain, gempa yang terjadi juga mengakibatkan SD Negeri 1 Pengastulan diliburkan. Beberapa warga sekitar menyebut para siswa memang memilih untuk tidak bersekolah. Guru-guru yang telah hadir kemudian memilih untuk menutup sekolah, dan tidak melaksanakan proses belajar mengajar. |RM|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts