Inilah Sebaran Warisan Pusaka di Buleleng

Singaraja, koranbuleleng.com| Tak banyak yang mengetahui, jika Kabupaten Buleleng sebenarnya telah menjadi Anggota Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) sejak tahun 2011 lalu. Buleleng pun layak untuk menjadi Kota Pusaka, dengan melihat banyaknya peninggalan-peninggalan pusaka dari yang berbentuk fisik hingga non fisik.

Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) merupakan organisasi yang dibetuk oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sebuah jaringan antarkota di Indonesia, yang didirikan dengan tujuan menjaga kelestarian benda cagar budaya (BCB) peninggalan sejarah di Indonesia baik benda maupun tak benda.

- Advertisement -

Selain itu, Jaringan Kota Pusaka Indonesia sangat penting dalam upaya sosialisasi peraturan Perundang-undangan tentang perlindungan benda cagar budaya. Buleleng adalah satu diantara 170 Kabupaten/Kota yang berada didalamnya.

Di Buleleng sendiri, banyak memiliki peninggalan-peninggalan pusaka dari yang berbentuk fisik hingga non fisik. Hanya saja sejauh ini banyak yang hancur dan hilang karena tergerus zaman dan perubahan hingga pembangunan baru. Namun masih ada juga yang bertahan.

Berdasarkan data dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali wilayah NTB, NTT dan Bali, Kota Singaraja banyak menyimpan sumber arekologi yang ada di seluruh kecamatan di Buleleng. Seperti cagar budaya berupa benda sebanyak 154 objek, berupa bangunan 30 objek, struktur sebanyak 17 objek dan situs sebanyak 63 objek.

Sehingga Buleleng pun layak menjadi Kota Pusaka yang didalamnya terdapat kawasan cagar budaya berupa benda atau tak benda yang memiliki nilai-nilai penting, untuk menempatkan penerapan kegiatan penataan dan pelestarian pusaka sebagai strategi utama pengembangan Daerah.

- Advertisement -

Hal itu terungkap saat Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB) menggelar Diskusi Akhir Tahun yang berlangsung di Gedung Mr. I Gusti Ketut Pudja Jumat, 20 Desember 2019.

Dalam diskusi yang berlangsung selama dua setengah jam tersebut, Sejarawan yang juga akademisi Undiksha Singaraja, Made Pageh menuturkan jika Buleleng memiliki modal warisan budaya yang tersebar di seluruh penjuru Buleleng. Warisan ini merupakan peninggalan era kerajaan dan era kolonialisme Belanda. Warisan Kerajaan Buleleng sebut Pageh berkaitan dengan tokoh kerajaan yakni Panji Sakti.

“Kalau berbicara kerajaan di Bali Utara, bisa beroientasi dengan Desa Panji. Karena di Desa Panji itu ada pemereman Ki Barak Panji Sakti. begitu pula Desa Bali Aga di Buleleng, yang memiliki beragam jenis peninggalan cagar budaya, termasuk di Buleleng Timur,” jelasnya.

Sedangkan untuk peninggalan era kolonialisme lanjut Pageh, Buleleng memiliki banyak peninggalan. Misalkan saja adalah bangunan-bangunan tua. Pelabuhan Buleleng merupakan salah satu peninggalan Belanda. Di masanya, Pelabuhan Buleleng bahkan menjadi salah satu pelabuhan vital dan menjadi jalur perdagangan rempah, termasuk ekspor dan impor ke luar negeri.

“Dulu, dari Loby Kantor Bupati sampai dengan Pura Segara Buleleng, itu disebut dengan Jalan Kolonial. Belum seperti sekrang. Karena dari Loby itu bisa memantau kapal-kapal yang bersandar. Jadi ini modal kuat bagi Buleleng jika ingin menasbihkan diri sebagai Kota Pusaka,” tegasnya.

Sementara, Direktur Eksekutif Jaringan Kota Pusaka Indonesia, Nanang Asfarinal yang hadir dalam diskusi akhir tahun tersebut menegaskan, Buleleng sebagai kota tua yang dulu pernah menjadi ibu kota Soenda Ketjil, sangat kaya dengan peninggalan pusaka, baik bangunan kolonial, arsitektur Bali, tari-tarian, upacara adat, kuliner, hingga tinggalan mix budaya dan alam.

“Ternyata setelah ditelusuri, Singaraja ini banyak sekali memiliki tinggalan yang mendukung sebagai Kota Pusaka. Padahal Buleleng sudah menjadi anggota Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) tahun 2011 lalu tetapi tidak banyak dilibatkan. Padahal di Singaraja ini punya kontribusi besar termasuk terkait jejak Bung Karno dilihat dari sejarah orang tuanya,” jelasnya.

Nanang menegaskan jika Kabupaten Buleleng bisa ditetapkan sebagai Kota Pusaka oleh Pemerintah Pusat. Dengan catatan, Buleleng bisa berkomitmen menjaga dan memanfaatkan peninggalan yang dimiliki, sehingga proses di pemerintah pusat bisa lebih mudah. Selain itu penetakan Kota Pusaka harus memiliki legalisasi sesuai dengan undang-undang cagar budaya, yang dikuatkan oleh tim cagar budaya yang disertifikasi oleh Kementerian.

“Selain itu ada produk hukum, menetapkan kawasan batasan seperti apa, zona pusaka seperti apa, kalau bisa sesuai konteks RTRW dan RDTR. Kalau bisa masuk juga ke Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), lebih cepat lagi untuk menjadikan destinasi berkelas dunia,” tegas Nanang.

Berdasarkan hasil diskusi dan pemaparan dari sejumlah narasumber yang hadir, Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana mengakui jika pencanangan Singaraja sebagai Kota Pusaka akan disdiskusikan dulu untuk memantapkan rancangan. Selain membentuk tim cagar budaya yang bernaung di bawah Dinas Kebudayaan yang rencananya akan dibentuk mulai tahun 2020 mendatang, Ia juga akan membuat tim khusus untuk mengkaji pencanangan tersebut.

“Kita belum tahu nanti buat tim dulu tunggu sekda baru dilantik dulu. Ini dipastikan dulu mau kemana karena harus ada pilihan. Kalau melihat dari sisi Kota, jelas Singaraja Kota Pusaka harus yang kolonial,” terangnya.

Buleleng lanjut Agus Suradnyana masi memiliki banyak bukti riil untuk penetapan sebagai Kota Pusaka. Bahkan bangunan kolonial Belanda masih bisa ditemukan dari Kantor Bupati membujur ke utara sepanjang jalan Ngurah Rai hingga eks Pelabuhan Buleleng.

“Toko-toko di sekitar eks Pelabuhan Buleleng bisa diperbaiki atau dikembalikan seperti zaman dulu. Secara prinsip lahir batin Pemkab akan mengawal terus pembangunan ini,” tutupnya. |RM|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts