Wayan Mudita, Pesilat Depok Yang Masih Tangguh

Singaraja, koranbuleleng| Wayan Mudita, Dia sendiri memperkirakan umurnya sudah mencapai 80 tahun. Perkiraan itu berdasarkan ingatannya tentang masa lalu. Bahwa saat masa pendudukan Jepang di Indonesia, dirinya sudah menginjak jadi anak remaja. Masa pendudukan Jepang itu tahun 1942 – 1945.

Dia memang sudah tua sekali, guratan keriput dikulit wajahnya sangat kelihatan, jenggot memutih ubanan namun kumisnya tetaplah hitam tanpa uban. Sebagian giginya sudah ompong namun dia tampak kuat menghisap rokok kretek. Fisiknya memang menua, namun jiwanya tetaplah kuat seperti pemuda. Begitupun daya ingatnya, masih segar. Dia bisa bercerita soal masa lalunya.

- Advertisement -

Wayan Mudita, masih sehat sampai kini di usia yang sudah senja tiada lain karena jiwa pendekarnya. Dialah salah satu pelestari Pencak Silat aliran Depok di Desa Cempaga. Silat aliran Depok ini juga salah satu aliran silat yang sangat tua di Bali.

Mudita, mewarisi jurus-jurus silat Depok dari kakek dan bapaknya. Dunia Mudita sejak kecil begitu dekat dengan dunia persilatan. Sampai kini, Jiwa pendekarnya masih bergelora namun dia wariskan ke sejumlah muridnya. Dia sudah menamatkan ratusan murid yang belajar silat darinya.

Dia tidak punya padepokan khusus, rumahnya yang sederhana di Dusun Corot Desa Cempaga, kadang digunakan sebagai tempat berkumpul untuk latihan. Mudita juga lebih sering melatih murid-muridnya di alam terbuka di wilayah desa Cempaga. Untuk melatih murid-muridnya, Mudita juga tidak meminta bayaran. Karena itulah, warisan budaya Silat Depok ini tetap lestari di wilayah Bali aga.

Mereka yang berguru ke Mudita, harus menamatkan tiga tingkatan. Masing-masing tingkatan itu terdiri dari dua belas jurus yang harus dikuasai. Jadi total jurus ada sekitar 36 jurus. Karakter khas Silat Depok ini tangkas dan cepat.

- Advertisement -

Ada satu aliran lagi yang geraknya nyaris sama denga Silat Depok. Namanya, Silat Pancasona. Silat Pancasona ini konon kini masih berkembang did aerah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar. Ada beberapa pesilat yang masih melestarikan silat Pancasona ini. Belakangan, di Desa Cempaga, dari sisi nama, aliran Silat Depok ini dijadikan satu nama dengan Silat Pancasona menjadi Depok Pancasona.

Mudita bercerita, Silat bukanlah alat untuk berkelahi, mencari musuh dan sejenisnya. Silat justru cermin dari cerita hidup manusia. Dari silat, manusia bisa bertahan hidup, manusia mempunyai banyak teman sebagai mahluk sosial, manusia punya rasa untuk saling mengasihi serta toleransi.

Manusia bisa bertahan hidup karena silat. “Jangan diartikan hanya untuk membela diri saja ketika kita diserang oleh musuh. Tetapi, Silat sebenarnya mempengaruhi aktifitas manusia sehari-hari dalam mempertahankan kehidupannya termasuk tata cara manusia dalam bertani,” ujarnya.

Bertani adalah cara manusia untuk bertahan hidup. Manusia harus kuat fisik dan mental serta tangkas untuk mengolah lahan-lahan pertanian sehingga bisa memberikan kehidupan bagi manusia itu sendiri.

Wayan Mudita memperagakan gerak silat Depok yang punya karakter tangkas dan gesit |Foto : Nova Putra|

Silat juga mengajarkan kasih sayang dan toleransi bukan memukul. “Ketika kita diserang oleh musuh, kita tangkis dan pegang tangan musuh, melipatnya lalu kembali dorong ke tanah hingga dia jatuh. Itu adalah sifat kasih sayang dan bertoleransi. Itulah jurus silat yang sangat khas, abaikan dulu memukulnya namun kita bela diri supaya terhondar dari bahaya. Semua jurus silat itu adalah cermin dari cerita hidup manusia,” katanya sambil memperagakan sejumlah jurusnya.

Silat juga mengajarkan seni, terutama seni tari. Kelenturan badan  menguasai jurus silat mempermudah seseorang untuk meguasai gerak tari. Mudita juga membuktikannya. Dirinya menguasai Silat, namun bisa dengan mudah pula menguaai sejumlah gerak tari.

“Dulu waktu masih muda, saya tidak bisa menari, tapi akhirnya bisa mendirikan seka joged gara-gara dinilai mengibing dengan baik. Padahal saya merasa tidak bisa menari. Keanapun saya ngibing, malah banyak yang senang melihat sehingga saya putuskan untuk ikut mendirikan sekaa joged,’ ujar Mudita yangsetiap hari selalu terlihat menggunakan peci hitam.

Mudita selalu suka memakai peci hitam karena merasa nyaman menggunakannya. Namun, peci itu tidak ada hubungannya dengan jurus-jurus silat Depok.

Mudita bertutur, silat aliran Depok ini memang bukan asli dari Desa Cempaga ataupun dari Bali. Namun Silat Depok ini berkembang sejak lama di Cempaga sehingga menjadi silat khas Bali Aga.

Dulu, kata Mudita, diperkirakan Silat aliran Depok ini dibawa oleh seorang pelatih silat dari salah satu desa di kecamatan Seririt dan mengajarkannya ke sejumlah warga di Desa Cempaga. Salah satunya, adalah kakek dari Wayan Mudita. Dari sana, Silat Depok ini berkembang dan mewariskannya ke sejumlah generasi. Namun, tidaklah banyak.

“Cerita dari orang tua kami, Silat Depok ini pertama kali dibawa oleh warga dari Seririt. Namanya Pak Abidin. Dia yang mengajarkan warga disini termasuk leluhur kami,” katanya.

Dulu, kata Mudita, kakekk belajar silat juga dengan semangat bergelora. Bahkan sampai menjual tanah supaya bis amempelajari ilmu silat ini. “Dulu orang tua kami sampai menjual tanah supaya bisa mempelajari silat. Dengan cara apapun, kami harus bisa mewarisi jurus-jurus silat itu,” kata Mudita.

Kini, Mudita menjadi salah satu orang tua yang langka yang masih setia mengembangkan dan melestarikan Silat Depok. Dia sudah lakukan itu sejak muda.

Sewaktu umurnya masih lebih muda, Mudita bahkan berkelana ke sejumlah desa di bali untuk melatih warga di Bali menjadi pesilat. Daerah petualanganya adalah Karangasem, Klungkung, Bangli bahkan sampai Badung.

“Saya dulu berjalan kaki ke kdaerah-daerah lain seperti Kintamana, karena masih sangta jarang kendaraan. Saya melatih ke berbagai desa sehinggasampai kini banyak juga punya kerabat dan saudara di daerah lain,” ujarnya mengenang masa lalunya.

Dia juga bercerita pernah melalui kehidupan yang setiap harinya selalu terjadi kekerasan di masa lalu, yakni masa jaman gestok. |NP|

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts